MARASAI.iD – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku Utara, Fahrudin Tukuboya, menuai kritik tajam atas kinerjanya yang dianggap tidak becus dalam menangani persoalan lingkungan.
Akibatnya, sejumlah lokasi di Halmahera Tengah mengalami banjir besar yang disebabkan oleh aktivitas tambang yang ugal-ugalan dan tidak terkendali.
Aktivitas pertambangan di wilayah tersebut telah merusak ekosistem secara signifikan, menyebabkan erosi, penurunan kualitas tanah, hingga hilangnya vegetasi pelindung.
Ketika hujan deras turun, aliran air yang tak terkendali mengakibatkan banjir di berbagai kawasan beberapa waktu lalu, terutama di Desa Lelilef dan sekitarnya.
Di tengah situasi darurat ini, bukannya bergerak cepat menyelesaikan masalah, Fahrudin Tukuboya justru dikabarkan sedang menikmati liburan di Eropa.
Lebih ironisnya, ia terlihat menghadiri pertandingan persahabatan antara Real Madrid dan Atalanta, alih-alih memberikan perhatian pada penanggulangan bencana di Maluku Utara.
Ketidakhadiran Kadis DLH di saat krisis lingkungan memunculkan kekecewaan dan kemarahan dari masyarakat Halmahera Tengah yang terdampak.
“Kami butuh aksi nyata dari pemerintah, bukan pejabat yang malah berlibur di luar negeri ketika bencana melanda,” ungkap seorang warga dengan nada kesal.
Sampai saat ini, belum ada tindakan konkret dari pihak berwenang berupa penyelidikan atau rekomendasi untuk mencegah dan menanggulangi banjir di masa mendatang.
Ketiadaan langkah pencegahan ini semakin memperparah kondisi masyarakat yang terdampak dan menambah panjang daftar masalah lingkungan yang tak terselesaikan.
Sejumlah aktivis lingkungan dan pemerhati kebijakan mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi kinerja Fahrudin Tukuboya dan memberikan sanksi tegas jika terbukti lalai dalam menjalankan tugasnya.
Mereka juga menuntut penyelidikan menyeluruh terkait izin-izin tambang yang dianggap melanggar prinsip-prinsip kelestarian lingkungan.
Kejadian ini semakin memperjelas perlunya tindakan cepat dari pemerintah untuk menghentikan eksploitasi tambang yang merusak dan memperbaiki tata kelola lingkungan di Maluku Utara.
Namun, hingga kini, upaya tersebut seolah hanya tinggal wacana, sementara masyarakat harus terus berjuang menghadapi dampak dari bencana lingkungan yang seharusnya bisa dicegah.







